Hukum Komedi yang Menyinggung

Hukum Komedi yang Menyinggung

Hukum Komedi yang 'Menyinggung'

Fenomena komedi di suatu stand-up comedy yang menyinggung atau mengkritik sesuatu acap kali jadi bumerang bagi komedian tersebut. Akhir-akhir ini sering kali pejabat/politikus kena roasting komika, dan tidak jarang pejabat/politikus merasa tersinggung kena roasting. Adakah hukumnya terhadap komedi yang menyinggung sesuatu?

Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda terkait fenomena komedi yang menyinggung atau mengkritik, ada hal yang perlu Anda pahami. Menurut hemat kami, tak semua komedi yang menyinggung atau mengkritik dapat dikenakan pidana. Misalnya, sebagaimana Anda sebutkan, komedi yang menyinggung seorang politikus, hingga saat ini tidak ada aturan yang mengatur mengenai ketentuan pidananya.

Tapi perlu digarisbawahi, apabila komedi yang menyinggung itu bertendensi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), penghinaan, atau fitnah, ada beberapa pasal pidana terkait hal ini. Apalagi jika komedi itu disiarkan atau diunggah melalui media elektronik, maka berlaku UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE.

Di sisi lain, pelawak, komedian maupun komika yang terhimpun dalam suatu perkumpulan, misalnya Persatuan Seniman Komedi Indonesia memiliki etika tersendiri, misalnya materi komedi yang disampaikan tidak boleh menyinggung SARA.

Pasal-pasal yang Berpotensi Menjerat Komedi

Komedi yang memuat penghinaan terhadap pemerintah, pencemaran nama baik, fitnah, maupun penghinaan ringan diatur di dalam KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan.[3] Berikut ulasannya.

Penghinaan Kekuasaan di Negara Indonesia

KUHP UU 1/2023

Pasal 207

Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[4]

Pasal 240

Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[5]

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[6]

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

Sebagai informasi, menurut Penjelasan Pasal 240 UU 1/2023, yang dimaksud dengan "menghina" adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah. Namun, penting untuk diketahui bahwa menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara.

Kemudian, yang dimaksud dengan "pemerintah" adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Sementara "lembaga negara" adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi.[7]

Selain itu, terdapat pula bunyi pasal terkait yang berbunyi:

KUHP UU 1/2023

Pasal 208 ayat (1)

Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu tulisan atau lukisan yang memuat penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia dengan maksud supaya isi yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[8]

Pasal 241

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[9]

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[10]

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina.

Aduan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara.

Pencemaran Nama Baik

Kemudian, terkait perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, diatur dalam pasal sebagai berikut:

KUHP UU 1/2023

Pasal 310 ayat (1)

Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[11]

Pasal 310 ayat (2)

Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[12]

Pasal 433 ayat (1)

Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[13]

Pasal 433 ayat (2)

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[14]

Fitnah

Apabila seseorang tidak dapat membuktikan bahwa tuduhan itu benar, pihak terkait dapat dikenakan pasal fitnah, sebagai berikut:

KUHP UU 1/2023

Pasal 311 ayat (1)

Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 434 ayat (1)

Jika setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.[15]

R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menyatakan kejahatan pada pasal ini dinamakan memfitnah (hal. 227). Untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu” dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Penghinaan ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita (delik aduan). Orang yang menuduh tanpa alat bukti (bukan fakta yang sesungguhnya), dapat dikenai sanksi pada Pasal 311 ayat (1) KUHP, karena telah melakukan fitnah (hal. 225-226).

Penghinaan Ringan

Penghinaan ringan diatur dalam pasal-pasal berikut:

KUHP UU 1/2023

Pasal 315

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[16]

Pasal 436

Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[17]

Masih bersumber dari buku yang sama, R. Soesilo menjelaskan apabila penghinaan dilakukan dengan mengatakan kata-kata kasar seperti “anjing”, “asu”, “bajingan”, dan lain-lain, maka masuk dalam Pasal 315 KUHP dan dinamakan penghinaan ringan/ eenvoudige belediging. Selain itu, supaya pelaku dapat dihukum, kata-kata penghinaan harus dilakukan di depan umum, baik secara tertulis maupun lisan. Jika tidak dilakukan di depan umum, supaya pelaku dapat dihukum, maka (hal. 226):

Orang yang dihina harus berada disitu melihat dan mendengarnya sendiri.

Bila dilakukan dengan surat atau tulisan, maka harus dialamatkan atau disampaikan kepada yang dihina.

Kata-kata atau kalimat yang sifatnya dapat disebut menghina tergantung tempat dan waktu, seperti mengucapkan maling kepada pencuri.

Penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi di mukanya, suatu sodokan, dorongan, tempelengan, dorongan yang sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.

Adapun berdasarkan KUHP baru, maksud dari Pasal 436 UU 1/2023 adalah ketentuan ini mengatur penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan tersebut dilakukan di muka umum dengan lisan atau tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.[18]

Kemudian, ketentuan hukum penghinaan merupakan delik aduan, yakni perkara penghinaan terjadi jika ada pihak yang mengadu. Artinya, korban yang merasa dirugikan dapat mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut. Dalam pengertian lain, aparat hukum tidak bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.[19]

Komedi yang Menyinggung dalam UU 1/2024

Menjawab pertanyaan Anda, berkaitan dengan komedi yang menyinggung atau menghina, salah satu kasus yang sering terjadi adalah dugaan pencemaran nama baik yang terbungkus melalui materi komedi yang menyerang fisik, penampilan atau keadaan seseorang. Komedi yang menyinggung dan diunggah ke media elektronik tentu dapat dilihat oleh banyak pengguna media sosial, dan ini berkaitan dengan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 yaitu:

Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Lalu, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.

Adapun menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.

Namun, perlu diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 juga merupakan tindak pidana aduan, sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum.[20] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[21]

Sebagai informasi, jika roasting berupa penghinaan dengan ucapan kata-kata kasar seperti makian, cacian, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau media sosial, pelaku dapat dijerat dengan pasal tindak pidana penghinaan ringan yang diatur dalam Pasal 315 KUHP dan Pasal 436 UU 1/2023. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam artikel Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar Body Shaming dan Jerat Pasal Pelaku Bullying di Media Sosial menurut UU ITE 2024.

Sanksi Pidana Penyebar Kebencian SARA dalam UU 1/2024

Kasus lain, misalnya pelawak, komedian maupun komika yang menyampaikan materi komedi yang bertendensi menyinggung SARA lalu diunggah ke media elektronik termasuk perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 yaitu:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.

Kemudian, orang yang melanggar Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024.

Penjelasan selengkapnya mengenai pasal yang mengatur perbuatan SARA melalui sistem elektronik dapat Anda baca dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE 2024 yang Menjerat Penyebar Kebencian SARA.

Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana atas hal ini, pihak yang dapat dipertanggungjawabkan meliputi:[22]

komika atau pelawak;

penanggungjawab program acara;

lembaga penyiaran.

Jadi, di era saat ini komedi tidak hanya menyampaikan lawakan semata melainkan sebagai wujud kebebasan berpendapat serta menjadi sarana kritik sosial di masyarakat. Namun, selama tidak ada tendensi komedi yang menyinggung (melanggar hukum) seperti SARA, penghinaan, maupun tindakan menyerang kehormatan/nama baik, materi komedi adalah kebebasan berpendapat sebagai wujud negara demokrasi. Sebagai Warga Negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, hendaknya kita menghindari hal-hal yang dapat mengarah pada timbulnya kebencian dan permusuhan. Komedi sebagai sarana hiburan sekaligus kritik sosial (secara implisit) harus disampaikan dengan baik agar terhindar dari masalah hukum dan tercipta kehidupan yang harmonis.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.


Share this Post

follow me

Promo Terbaru

Dapatkan Promo Terbaik MMS Sekarang Juga.